Post Page Advertisement [Top]

ArtikelHumasKesiswaan

BUDAYA GOTONG ROYONG MERINGANKAN BEBAN PEMBIAYAAN LDKS MADRASAH ALIYAH YAPIS AL-OESMANIYYAH

Jakarta, 23 Oktober 2021

Indonesia dikenal sebagai negara bermasyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku, adat istiadat, agama dan kepercayaan yang berbeda- beda. Keberagaman ini kemudian menciptakan sebuah tradisi masyarakat yang lekat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah tradisi gotong royong.

Gotong royong sendiri merupakan bentuk kerja sama kelompok masyarakat untuk mencapai hasil positif tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan bagi salah satu individu atau kelompok saja, melainkan untuk kebahagian bersama. Budaya ini memiliki nilai moral yang baik dalam kehidupan masyarakat.

Bagi sebagian besar orang perkotaan mungkin istilah jimpitan terdengar sedikit asing. Padahal jimpitan merupakan tradisi asli Indonesia khususnya masyarakat Jawa, yang telah berlangsung sejak lama dan turun-temurun.   Tradisi jimpitan yang lekat dengan muatan gotong royong itu pun kiranya menjadi amat bermanfaat. 


Jimpitan 
kerap dijumpai di desa ataupun kampung-kampung di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, atau Yogyakarta. Sedangkan tradisi serupa di Jawa Barat dikenal dengan sebutan beas perelek. Pada mulanya jimpitan dilakukan dengan cara mengumpulkan beras dari rumah ke rumah di lingkup kampung atau RT. Namun seiring perkembangan zaman, kegiatan mengumpulkan beras tersebut telah mengalami perubahan dengan cara mengumpulkan uang. Jimpitan sendiri berasal dari kata ‘jumputan’ atau ‘menjumput’ yang artinya mengambil barang lembut/kecil dengan menggunakan ujung telunjuk dan ibu jari.

Umumnya jimpitan dilakukan dengan cara mengumpulkan uang dalam wadah gelas plastik atau kaleng kecil yang biasanya menggantung di dekat pintu atau diikatkan di pagar rumah. Nantinya, warga RT yang bertugas akan mengambilnya sembari melakukan ronda keliling pada malam hari. Jimpitan dilakukan secara kontinu dan besarannya disesuaikan dengan keikhlasan/kerelaan pemberi. Sehingga meskipun jumlahnya kecil, dengan menghimpunnya secara kolektif pun akan menjadi kekuatan yang besar dan bermanfaat.

Nah Tradisi ini selalu dikembangkan di Madrasah Aliyah YAPIS Al-Oesmaniyyah di berbagai kegiatan. Salah satunya dalam rangka kegiatan LDKS (Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa). Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan untuk mengkader para pengurus osis untuk siap dan tanggap menjadi pengemban dakwah yang jujur, amanah dan tentunya tanggap dengan perubahan.

Dukungan finansial tentunya menjadi beban tersendiri bagi panitia pelaksana kegiatan ini. Pembiayaan murah (low cost), yang menjadi tema keuangan MA YAPIS menjadi tantangan tersendiri bagi panitia pelaksanan. Kreatifitas panitia dengan membangun jaringan dan daya dukung dari seluruh komponen madrasah. Oleh karenanya tema gotong royong menjadi alternatif agar setiap kegiatan yang dilakukan  di MA YAPIS. Model jimpitan diterapkan untuk mendapatkan daya dukung finansial, setiap siswa diajak untuk membawa 1 liter beras, 2 bungkus mie instan, 2 telur, dan beberapa jenis bumbu dapur. Cara ini sudah diterapkan madrasah bertahun-tahun sehingga model pembiayaan kegiatan madrasah ini seringkali dicontoh oleh sekolah lain.

Slogan pembiayaan murah tidak hanya ditulisan, namun MA YAPIS telah melaksanakan dari setiap penyusunan mata anggaran, sehingga kebebasan finansial setiap kegiatan akan dapat tercapai.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]