HARI SANTRI NASIONAL: KESADARAN KOLEKTIF KEBERADAAN SANTRI DALAM KANCAH PRA KEMERDEKAAN, PERJUANGAN KEMERDEKAAN DAN PASCA KEMERDEKAAN
Jakarta, 22 Oktober 2021
Pada awalnya Hasyim Asy'ari sebagai tokoh Ulama Indonesia yang sekaligus menjabat Ketua PBNU menetapkan resolusi jihad melawan pasukan kolonial di Surabaya, Jawa Timur. Hal tersebut terlihat pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945 saat pengurus NU Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya. Pertemuan tersebut dilakukan untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda dan sekutu berupaya menguasai Indonesia.Melalui resolusi jihad tersebut, kaum santri memohon kepada Pemerintah Republik Indonesia menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata terhadap usaha-usaha yang membahayakan kemerdekaan, agama serta Negara Indonesia terutama pada pihak Belanda. Bagi Umat Islam, Belanda dan Jepang telah berbuat kezaliman di Indonesia. Resolusi ini membawa pengaruh yang besar dan berdampak besar setelah Hasyim Asy'ari menyerukan resolusi. Lalu, hal ini membuat rakyat dan santri melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya.
Perlawanan rakyat dan kalangan santri ini membuat semangat para pemuda Surabaya dan Bung Tomo. Akhirnya perjuangan tersebut menewaskan pemimpin Sekutu Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Mallaby tewas dalam pertempuran yang berlangsung pada 27-29 Oktober 1945. Akhirnya, hal tersebut memicu pertempuran 10 November 1945.
Hari Santri tidak hanya merujuk pada komunitas tertentu, tetapi merujuk pada mereka yang memiliki semangat nasionalisme. Penetapan ini dituangkan dalam keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal Jakarta. Penetapan Hari Santri Nasional dimaksudkan untuk meneladani semangat jihad kepada para santri tentang negara Indonesia yang digelorakan para ulama. Pada 22 Oktober terjadi satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh pahlawan nasional KH. Hasyim Asy'ari. Seruan ini berisikan perintah kepada umat islam untuk berperang atau jihad melawan tentara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan.
Santri sebelum ataupun pada waktu merebut kemerdekaan sampai pasca kemerdekaan akan tetap dan selalu memberikan kontribusi positif pada bangsa dan negara ini. Kiprah Santri dari berbagai pondok pesantren baik yang salafiyah atupun yang modern akan selalu memberikan energi dan kekuatan di atas keberagaman bangsa ini.
Sangatlah naif, jikalau ada segelintir orang dari komunitas bangsa ini yang masih meragukan kiprah dan keberpihakan Santri terhadap kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yan kita cintai ini. Arogansi individual sajlah yang mencurigai bahwa dari pesantrenlah tumbuh bibit-bibit radikalisme. Bahwa ada pemikiran dari beberapa Santri tentang suatu diskursus ideologi itu sah-sah saja, toh bangsa ini juga masih memberikan ruang gerak diskusi tersebut.
Kecurigaan yang tidak berdasar data dan argumen tentang sikap negatif dari Santri adalah sikap skeptis, bahkan dapat dikatakan tendensius. Perkembangan jumlah dan kualitas Santri adalah bukti nyata sumbangsih dari para pengasuh pondok pesantren dalam rangka meningkatkan daya dukung sumber daya manusia yang unggul. Karena sumber daya manusia unggul merupakan aset bangsa, sumber daya manusia unggul adalah manusia yang secara fitroh mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan di sisi lain mempunyai sifat humanis.
Kesadaran bangsa ini janganlah terlambat memaknai perjuangan dan kontribusi para santri. Banyak pengusaha yang berlatar belakang santri. Tak sedikit prajurit penjaga keutuhan bangsa ini adalah prajurit yang akan selalu melelat pada dirinya label santri. Bahkan bangsa ini telah mencatatkan pada sejarah dunia, bahwa orang nomor satu di Indonesia adalah Santri lulusan pondok pesantren ternama di Indonesia.
Oleh karenanya ketakutan akan ancaman yang berasal dari pondok pesantren adalah imajinasi orang paranoid. Paranoid terhadap kesadaran para santri akan jati dirinya sebagai hamba Allah dan Kholifatullah yang akan dapat mengatur Indonesia bahkan dunia dengan tatanan sosial. ekonomi. politik, budaya, yang bersandarkan kekuatan Ilahiyah, yang merupakan kekuatan Maha Sempurna. (Humas MA Yapis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar