Pada 2024, Indonesia akan memasuki 79 tahun kemerdekaan. Merdeka dari penjajahan yang dilakukan negara lain selama berabad-abad lamanya. Dengan kemerdekaan yang sudah cukup lama, kita sebagai rakyat Indonesia perlu selalu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai wujud nasionalisme. Oleh karena itu, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadi sejarah bermakna yang perlu diperingati sebagai wujud rasa nasionalisme serta bentuk penghargaan terhadap perjuangan para pahlawan yang mengorbankan segenap jiwa raga demi mengibarkan bendera Merah Putih.
Pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia pertama kali dikumandangkan oleh Ir Soekarno sebagai Presiden pertama Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan bukan sekadar perayaan, tetapi menjadi suatu momen yang tepat untuk mendalami kembali makna di balik kemerdekaan. Nah, berikut ini makna kemerdekaan Indonesia
Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah, KH Dr Masyhuril Khamis menyampaikan, kemerdekaan disebut juga "hurriyah", yang diartikan sebagai kemerdekaan jiwa, rohani dan fisik sehingga seseorang tidak terbelenggu dalam ketakutan apalagi pemaksaan.
Bagi sebagian warga Madrasah Aliyah YAPIS Al-Oesmaniyyah, kemerdekaan dapat dimaknai dengan berbagai sudut pandang, sesuai dengan tugas, fungsi dan kedudukannya, sudut pandang pimpinan, sudut pandang pegawai dan staff, sudut pandang para pendidik dan sudut pandang peserta didik.
Sudut pandang pimpinan, memaknai kemerdekaan dapat dipandang sebagai kebebasan menentukan arah pendidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya berdasar tata kelola pendidikan sesuai dengan sistem hukum yang berlaku menuju pembangunan sumber daya menusia yang syamil dan kamil. Pemimpin yang adil tentunya tidak mengedepankan ego sektoral dan ego personal. Pemimpin yang bijaksana akan terus belajar memahami amanah yang diembannya. Pemimpin yang menganyomi akan terus menganggap bawahan adalah bagian dari keluarga yang menjadi tanggung jawab keselamatannya baik, dunia maupun akhirat.
Sudut pandang pegawai dan staff dapat memaknai kemerdekaan jika terpenuhi hak-haknya, karena telah melakukan kewajiban yang telah disepakati pada saat menentukan pilihannya menjadi bagian dari kepemimpinan di madrasah pinggiran ini. Kemerdekaan sejatinya mendapatkan kepemimpinan yang sesuai dengan fitroh insaniyah berlandaskan kaidah-kaidah Ilahiyah. Kemerdekaan sejatinya adalah mendapatkan pemimpin yang terus mengarahkan kompas perjalanan madrasah menuju tatakelola peradapan komunitas yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai persamaan hak, sehingga tidak ada lagi bagian yang mejadi superior maupun inferior.
Bagi pendidik, kemerdekaan dapat dimaknai sebagai kebebasan untuk melakukan alih teknologi dalam pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran dari sumbernya menuju peserta didik, dengan visi dan misi insaniyah dan tentu menuju terciptanya komunitas yang menjunjung nilai-nilai dasar kemanusiaan. Kebebasan berekspresi tanpa tekanan dan intervensi sepihak dari penguasa yang terkadang memaksakan kehendaknya hanya untuk kegiatan demonstrasi keshalihan belaka. Kebebasan mendewasakan diri tanpa ada belenggu kekuasaan dalam kontruksi pembelajaran yang berujung pada pembangunan manusia seutuhnya.
Sudut pandang peserta didik tentunya harus dimaknai bahwa peserta didik adalah pelaku utama dalam proses pembelajaran. Peserta didik bukan obyek para penguasa untuk melakukan percobaan teori-teori pendidikan yang menurutnya dapat melampui teori Ilahiyyah. Peserta didik tidak dapat dilepaskan dari qodrat insaniyyah yang mau tidak mau harus mengikuti kaidah-kaidah dasar terciptanya manusia. Sejatinya pesewrta didik mempunyai kemerdekaan untuk menentukan arah dan potensi yang dimilikinya. Peserta didik mempunyai kemerdekaan untuk memilih rancangan pendewasaan diri menuju terwujudnya cita-cita yang sudah direncanakannya.
Peserta didik tidak lagi dapat diintervensi untuk melakukan pembelokan visi dan misi kehidupan. Visi dan misi kehidupan telah ditentukan secara pasti oleh Dzat Yang Maha Kuasa. Visi dan Misi kehidupan inilah yang berujung pada pembangunan manusia secara fisik dan mental menuju pembangunan manusia seutuhnya, lahir dan batin. Pembangunan manusia yang seimbang antara asupan makanan spiritual dan asupan makanan jasadiyah, yang berujung pada pembangunan sumber daya unggul yang tidak akan dapat dijajah oleh siapapun dan kapanpun. (Humas MA YAPIS Al-Oesmaniyyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar